Seperti
yang telah diuraikan di depan pada masa pendudukan Jepang, kedudukan
kerajaan-kerajaan di Sumatera Utara tidak mengalami perubahan. Di
kresidenan Sumatera Timur masih terdapat pemerintahan raja-raja seperti
pemerintahan Zelfbestuur-Landschap di Zaman Belanda. Raja-raja
ditugaskan untuk membantu pelaksanaan politik pemerintahan Jepang.
Demikian pula di Tanah Karo, pada mulanya kepala pemerintahan Jepang
hanya campur tangan jika perlu saja, tetapi akhirnya segenap lapisan dan
golongan masyarakat baik raja-raja, pegawai dan rakyat berangsur-angsur
menuju kearah kepemimpinan Jepang. Hal itu mengakibatkan kewibawaan
masyarakat makin berkurang. Badan-badan yang dibentuk Jepang untuk
membantu perang Asia Timur Raya dan badan-badan perwakilan yang
dipersiapkan untuk menyambut kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari
beberapa lapisan dan golongan makin lama kian besar pengaruhnya di
tengah-tengah masyarakat menggantikan pengaruh raja-raja.
Beberapa
diantara kebutuhan pemerintahan militer Jepang di Tanah Karo selama ia
menduduki daerah itu, 1942-1945, antara lain dapat disebut berikut:
Pengumpulan keperluan pangan/padi dari penduduk
Pengumpulan sayur-sayuran melalui unit-unit distribusi disetiap desa dengan harga amat murah, malah kalau perlu dibon saja
Mengambil paksa dengan harga sangat murah hewan peliharaan penduduk seperti ternak babi, ayam, kuda dan lain-lain
Pengrekrutan
anggota masyarakat terutama pemuda untuk diseleksi menjadi anggota
Sukarela Gyugun, Heiho, guru sekolah. Juga latihan massal kepada
penduduk untuk bersiap menghadapi sekutu Inggris-Amerika (Belanda tidak
masuk dalam lingkungan mereka) seperti juga menjadi anggota Keibodan
(Kepolisian). Talapeta dan Kyodo Buedan.
Pengambilan
seseorang menjadi tenaga kerja paksa/romusa, berdasar instruksi
pemerintah militer Jepang, dilakukan oleh para Penghulu Kesain di suatu
kampung. Ketika itu anggota Romusha dari Tanah Karo dikirim ke Tanjung
Tiram membuat garam. Siapa saja yang menjadi anggota Romusha,
sekembalinya dari Tanjung Tiram, badannya persis seperti tengkorak hidup
dengan pipi gemuk kena penyakit biri-biri.
Disebabkan
pemerintahan militer Jepang sangat keras apalagi disertai Institusi
Kempetai (Polisi Militer) yang luar biasa kejamnya terhadap siapa saja,
baik kepada penduduk demikian juga kepada aparatur pemerintahan swapraja
entah Sibayak, Raja Urung ataupun Pengulu, dapat dikatakan roda
pemerintahan militer Jepang lancar.
Sebab
siapa yang mencoba mengelak dari kebijakan Jepang, pasti Kempetai
bertindak habis-habisan. Contohnya dapat dikemukakan antara lain/adalah
terhadap Raja Urung Lima Senina Boncar Bangun dan terhadap para tukang
sihir, tukang racun (peraji-aji).
Raja
Urung Lima Senina Boncar Bangun, yang menurut laporan bersalah ditahan,
lalu disiksa habis-habisan di Kabanjahe, oleh Kempetai Jepang. Diayun,
dipukul karet, dipompa dengan air perutnya melalui mulut, lalu
diinjak-injak dan lain sebagainya. Menyebabkan Raja Urung yang sudah
tua/uzur, meninggal dalam siksaan Kempetai Jepang tahun 1944.
Para
tukang sihir, tukang racun dan pencuri kakap, ditangkapi oleh Kempetai
Jepang. Juga disiksa habis-habisan antara lain juga dalam bentuk hukum
jari dan kaki dicabuti dengan kakaktua, rokok menyala dimasukkan ke
dalam lubang hidung, badan disayat sedikit-sedikit lalu dituang dengan
air jeruk dan garam. Para penderita pasti menggelepar, lemas tak
sadarkan diri, malah ada yang mati begitu saja.
Di
samping itu, untuk memperkuat pemerintahan Jepang di bidang pertahanan,
Jepang membentuk Talapeta (Taman Latihan Pemuda Tani), BOMPA (Badan
Untuk Memenangkan Perang Asia Timur Raya), HAIHO (Pasukan Pembantu
Tentara Jepang) dan GYUGUN sama dengan PETA di Jawa. Tokoh-tokoh penting
disini yang dilatih sebagai Kadet adalah Djamin Ginting, Nelang
Sembiring, Bom Ginting Suka, Selamat Ginting, Tampak Sebayang, Nas
Sebayang, Bangsi Sermbiring, Pala Bangun, Semin Sinuraya, Basingen
Bangun. Kesemua tokoh ini pada tahun 1945 telah menjadi
pemimpin-pemimpin pasukan yang menonjol.
Namun
badan-badan ini tidak berumur panjang sebab pada tanggal 15 Agustus
1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu setelah sekutu
menjatuhkan bom di Hirosima dan Nagasaki. Dan dua hari setelah
penyerahan Jepang, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Peristiwa
yang cukup penting di zaman penjajahan Jepang di Tanah Karo adalah
pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat kresidenan Sumatera Timur yang
terdiri dari berbagai golongan yang disebut Syu Sangikai di awal 1945.Dari
Tanah Karo yang ditunjuk sebagai anggota dewan adalah Djaga Bukit dan
Ngerajai Meliala. Dewan ini sempat bersidang beberapa kali di Medan
sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu.
Sebelum
itu, pada tanggal 15 Juni 1945 Pemerintah militer Jepang telah
mengangkat Ngerajai Meliala sebagai kepala Pemerintahan
kerajaan-kerajaan Pribumi di Tanah Karo. Dengan posisi itu, Ngerajai
Meliala merupakan kepala Pemerintahan Tanah Karo pertama yang membawahi
langsung Pemerintahan Swapraja Pribumi Landschaap (Sibayak) dalam
berurusan dengan pemerintahan militer Jepang yang saat itu dipimpin oleh
K. Fukuchi di Tanah Karo.
Setelah
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, jabatan kepala pemerintahan
di Tanah Karo masih dipegang oleh Sibayak Ngerajai Meliala. Jabatan itu
baru berakhir setelah terjadi Revolusi sosial di Sumatera Timur pada
tahun 1946. Revolusi sosial itu terjadi akibat desakan rakyat terhadap
penghapusan sistem pemerintahan Kerajaan Sibayak Sultan yang dipimpin
secara terus menerus
Salam : Kesain
Rumah Derpih