Sejarah dan Makna Filosofi Seni Tari Karo
Author: Barus
10 Dec
Sebuah tulisan yang dibuat oleh Julianus P Limbeng.
Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang artinya bagaimana musiknya, harus demikian juga gerakannya (endek). Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan menyeluruh dari anggota badan sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih ditekankan kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu endek tidak dapat disamakan sebagai tari, meskipun unsur tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan konsep budaya itu sendiri yang memberi makna yang tidak dapat diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu sendiri mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai kebudayaan lainnya. Konsep endek harus dilihat dari kebudayaan karo itu sendiri sebagai pemilik kosa kata tersebut.
Konsep-konsep seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat Karo. Pada masyarakat Karo tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam ‘musik’ atau bahkan dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.
Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim dikenal adalah:
Berbicara tentang sejarah seni tari Karo, maka kita akan dihadapkan pada kajian folklore, karena tidak ada tanggal-tanggal yang pasti diketahui kapan munculnya tarian Karo. Tetapi pada umumnya tari yang unsur dasarnya adalah gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dan upacara-upacara tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Dengan demikian makna dari setiap gerakan-gerakan mempunyai makna dan filosofi tergantung jenis tarinya. Meskipun demikian ada beberapa hal yang terkait dengan tari karo, misalnya gerakan tangan yang lempir, pandangan mata, endek nahe, b ukan buta-buta. Disamping itu juga makna gerakan-gerakan tangan juga mempunyai makna tersendiri.
Ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:
Tari Komunal
Yang termasuk dalam tarian ini pada masyarakat Karo terdapat beberapa macam yang terkait dengan upacara-upacara adapt misalnya dalam upacara-upacara adat dan peranan-peranan social dalam adapt itu sendiri yang terbagi dalam kelompok-kelompok social tertentu yang sesuai dengan filosofi adapt Karo ‘merga si lima, tutur si waluh, rakut si telu’ Secara kelompok social dapat dibagi menjadi: landek kalimbubu (masih dapat dikelompokkan lebih spesifik lagi); landek sukut (senina, sembuyak, siparibanen, sepengalon, siparibanen, sigameten); landek anak beru dan sebagainya. Juga dalam jenis tari komunal ini masih terdapat bebrapa jenis tarian, misalnya dalam acara guro-guro (acara muda-mudi). Dalam acara ini juga terdapat kelompok-kelompok tarian komunal yang dibagi berdasarkan merga atau beru, tergantung daerahnya. Namun biasanya didahului oleh merga simantek kuta atau orang yang pertama sekali menempati wilayah tertentu dimana upacara tersebut berlangsung, atau biasa juga disebut dengan kalimbubu taneh. Adapun jenis-jenis tarian untuk kategori ini adalah dapat kita temukan dalam upacara-upacara:
kerja erdemu bayu (perkawinan)
merdang merdem atau kerja tahun (upacara pertanian)
nurun-nurun (upacara kematian)
guro-guro aron (muda-mudi)
ersimbu (upacara memanggil hujan), atau biasa juga disebut dengan dogal-dogal
mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)
ngukal tulan-tulan (menggali tulang)
ngalo-ngalo, dll.
Tari Khusus
Jenis-jenis tarian ini terkait dengan hal-hal yang sifatnya khusus dan bukan bersifat umum, yaitu yang berhubungan dengan dengan peranan seseorang, misalnya:
gendang guru (dukun)
seluk (trance)
perumah begu (memanggil roh)
erpangir ku lau (keramas, bathing ceremony)
perodak-odak
tari tungkat
tari baka
Tari Tontonan
Perkolong-kolong (permangga-mangga)
Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)
Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)
Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)
Tari Kreasi Baru
tari roti manis
tari terang bulan
tari lima serangke
tari telu serangke,
tari uis gara, dll.
Tari Sigundari, yaitu tari-tarian yang diciptakan berdasarkan lagu-lagu popular Karo, termasuk gendang kibot.
Fungsi Tarian Karo
penghayatan estetis
pengungkapan emosional
hiburan
komunikasi
fungsi perlambangan
reaksi jasmani
berkaitan dengan norma-norma social
pengesahan lembaga social atau status social tertentu
keseinambungan kebudayaan
pengintegrasian masyarakat
pendidikan
Dari berbagai sumber
Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang artinya bagaimana musiknya, harus demikian juga gerakannya (endek). Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan menyeluruh dari anggota badan sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih ditekankan kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu endek tidak dapat disamakan sebagai tari, meskipun unsur tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan konsep budaya itu sendiri yang memberi makna yang tidak dapat diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu sendiri mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai kebudayaan lainnya. Konsep endek harus dilihat dari kebudayaan karo itu sendiri sebagai pemilik kosa kata tersebut.
Konsep-konsep seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat Karo. Pada masyarakat Karo tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam ‘musik’ atau bahkan dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,
- (1) gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya;
-
(2) gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi
tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan
sebagainya;
- (3) gendang sebagai nama lagu atau judul lagu
secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang
odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau
style) dan sebagainya;
- (4) gendang sebagai instrument musik, misalnya gendang indung, gendang anak; dan
- (5) gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya. Konsep seperti ini juga berlaku bagi tarian.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.
Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim dikenal adalah:
- cak-cak
simalungen rayat, dengan tempo lebih kurang 60 – 66 jika kita konversi
dalam skala Metronome Maelzel. Apabila kita buat hitungan berdasarkan
ketukan dasar (beat), maka cak-cak ini dapat kita kategorikan sebagai
cak-cak bermeter delapan. Artinya pukulan gung dan penganak (small gong)
sebagai pembawa ketukan dasar diulang-ulang dalam hitungan delapan;
- cak-cak
mari-mari, yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak
simalungen rayat. Temponya lebih kurang 70 hingga 80 per menit;
- cak-cak odak-odak, yang merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90 – 98 per menit dalam skala Maelzel.
-
cak-cak patam-patam, merupakan cak-cak kelipatan bunyi ketukan dasar
dari cak-cak odak-odak, dan temponya biasanya lebih dipercepat sedikit
antara 98 sampai 105. Endek kaki dalam cak-cak ini merupakan kelipatan
endek dari cak-cak odak-odak.
- cak-cak gendang seluk, yaitu
cak-cak yang sifatnya progressif, semakin lama semakin cepat, yang
biasanya dimulai dari cak-cak patam-patam. Jika dikonversi dalam skala
metronome Maelzel, kecepatannya bias mencapai 160-an, dan cak-cak
silengguri, biasanya cak-cak ini paling cepat, karena cak-cak ini
dipakai untuk mengiringi orang yang intrance atau seluk (kesurupan).
Berbicara tentang sejarah seni tari Karo, maka kita akan dihadapkan pada kajian folklore, karena tidak ada tanggal-tanggal yang pasti diketahui kapan munculnya tarian Karo. Tetapi pada umumnya tari yang unsur dasarnya adalah gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dan upacara-upacara tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Dengan demikian makna dari setiap gerakan-gerakan mempunyai makna dan filosofi tergantung jenis tarinya. Meskipun demikian ada beberapa hal yang terkait dengan tari karo, misalnya gerakan tangan yang lempir, pandangan mata, endek nahe, b ukan buta-buta. Disamping itu juga makna gerakan-gerakan tangan juga mempunyai makna tersendiri.
Ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:
- gerak
tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah melambangkan tengah
rukur, yaitu maknanya selalu menimbang segala sesuatunya dalam
bertindak;
- Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke
bawah melambangkan sisampat-sampaten, yang artinya saling tolong
menolong dan saling membantu;
- gerakan tangan kiri ke kanan ke
depan melambangkan ise pe la banci ndeher adi langa si oraten, yang
artinya siapa pun tidak boleh dekat kalau belum mengetahui hubungan
kekerabatan, ataupun tidak kenal maka tidak saying;
- gerakan
tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yang artinya
mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai
mufakat; gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe labanci ndeher,
artinya siapapun tidak bias mendekat dan berbuat sembarangan;
- gerakan
tangan sampai kepala dan membentuk seperti burung merak, melambangkan
beren rukur, yang maknanya menimbang sebelum memutuskan, piker dahulu
pendapatan, sesal kemudian tiada berguna;
- gerak tangan kanan
dan kiri sampai bahu, melambangkan baban simberat ras menahang ras
ibaba, yang bermakna ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Artinya
mampu berbuat mampu bertanggung jawab dan serasa sepenanggunan gerakan
tangan dipinggang melambangkan penuh tanggung jawab;
- dan
gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri
melambangkan ise per eh adi enggo ertutur ialo-alo alu mehuli, artinya
siapapun yang dating jika sudah berkenalan dan mengetahui hubungan
kekerabatan diterima dengan baik sebagai keluarga (kade-kade).
Tari Komunal
Yang termasuk dalam tarian ini pada masyarakat Karo terdapat beberapa macam yang terkait dengan upacara-upacara adapt misalnya dalam upacara-upacara adat dan peranan-peranan social dalam adapt itu sendiri yang terbagi dalam kelompok-kelompok social tertentu yang sesuai dengan filosofi adapt Karo ‘merga si lima, tutur si waluh, rakut si telu’ Secara kelompok social dapat dibagi menjadi: landek kalimbubu (masih dapat dikelompokkan lebih spesifik lagi); landek sukut (senina, sembuyak, siparibanen, sepengalon, siparibanen, sigameten); landek anak beru dan sebagainya. Juga dalam jenis tari komunal ini masih terdapat bebrapa jenis tarian, misalnya dalam acara guro-guro (acara muda-mudi). Dalam acara ini juga terdapat kelompok-kelompok tarian komunal yang dibagi berdasarkan merga atau beru, tergantung daerahnya. Namun biasanya didahului oleh merga simantek kuta atau orang yang pertama sekali menempati wilayah tertentu dimana upacara tersebut berlangsung, atau biasa juga disebut dengan kalimbubu taneh. Adapun jenis-jenis tarian untuk kategori ini adalah dapat kita temukan dalam upacara-upacara:
kerja erdemu bayu (perkawinan)
merdang merdem atau kerja tahun (upacara pertanian)
nurun-nurun (upacara kematian)
guro-guro aron (muda-mudi)
ersimbu (upacara memanggil hujan), atau biasa juga disebut dengan dogal-dogal
mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)
ngukal tulan-tulan (menggali tulang)
ngalo-ngalo, dll.
Tari Khusus
Jenis-jenis tarian ini terkait dengan hal-hal yang sifatnya khusus dan bukan bersifat umum, yaitu yang berhubungan dengan dengan peranan seseorang, misalnya:
gendang guru (dukun)
seluk (trance)
perumah begu (memanggil roh)
erpangir ku lau (keramas, bathing ceremony)
perodak-odak
tari tungkat
tari baka
Tari Tontonan
Perkolong-kolong (permangga-mangga)
Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)
Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)
Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)
Tari Kreasi Baru
tari roti manis
tari terang bulan
tari lima serangke
tari telu serangke,
tari uis gara, dll.
Tari Sigundari, yaitu tari-tarian yang diciptakan berdasarkan lagu-lagu popular Karo, termasuk gendang kibot.
Fungsi Tarian Karo
penghayatan estetis
pengungkapan emosional
hiburan
komunikasi
fungsi perlambangan
reaksi jasmani
berkaitan dengan norma-norma social
pengesahan lembaga social atau status social tertentu
keseinambungan kebudayaan
pengintegrasian masyarakat
pendidikan
Dari berbagai sumber
Salam : Kesain
Rumah Derpih