1945
Merujuk
judul di atas teringatlah suatu masa pada 10 November 1945 terjadi suatu
pertempuran sengit di Surabaya
ketika tentara sekutu mendarat tanggal 25 Oktober 1945. Kedatangan
tentara Sekutu mulanya disambut baik oleh masyarakat Indonesia
yang ada di Surabaya.
Namun ketika mengetahui bahwa di belakang Sekutu ada Nica maka emosi
masyarakat Surabaya
meledak. Pada pertempuran itu banyak rakyat Indonesia di Surabaya tewas,
demikian pula Brigadir Jendral Mallaby tewas. Maka untuk mengenang dan
memberi penghormatan bagi para pahlawan di Surabaya dibuatlah Makam Pahlawan Surabaya.
(Sejarah Revolusi Indonesia 1945-1950, hal. 53)
1946
Kolonel A.H. Nasution
(Komandan Divisi III) mengumumkan hasil musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan. Dengan keras dan lantang ia memerintahkan penduduk
sipil dan TRI meninggalkan Bandung.
Kota itu
di rasa tidak aman lagi, pasukan Belanda dan Sekutu maju untuk menyerang dan
menguasainya kembali. Ratusan ribu penduduk Bandung
pergi mengungsi meninggalkan kota mereka menuju
pegunungan di daerah selatan Bandung.
Perintah meninggalkan kota Bandung dibarengi dengan pengumuman bahwa Bandung akan
dibumihanguskan. Dalam tempo tujuh jam sampai tengah malam Bandung sudah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandung
berubah menjadi lautan api. (ibid, hal.91)
1947
Menjelang agresi kolonial
Belanda pertama, Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan perintah agar
masyarakat Karo melaksanakan politik bumi hangus terhadap segala hal yang di
duga dapat dipergunakan musuh dalam operasi-operasi militernya. Perintah
ini termasuk merusakkan jembatan vital, membakar rumah, gedung, kantor bahkan
bahan makanan yang tidak terangkat ke daerah pengungsian. (Koran Karo-karo
(Biografi) Pedjoeang '45 Multi Dimensi, hal. 148)
Menjelang hari agresi militer
Belanda, Wakil Presiden Mohammad Hatta tengah berada di Pematang Siantar dalam
rangka acara kunjungannya ke Sumatera Timur dan berencana mengadakan rapat umum
di Kabanjahe tanggal 29 Juli 1947, namun karena Belanda telah menduduki Tebing
Tinggi maka rencana untuk meneruskan perjalanan ke Sumatera Timur (Aceh)
dibatalkan. Rombongan Wakil Presiden dan Gubernur Sumatera Utara sampai
di Berastagi dan langsung ke Grand Hotel Berastagi tanpa sempat lagi memberi
wejangan atau bertemu dengan masyarakat Karo yang sudah menunggu. Pukul
02 dini hari Bupati Karo memberitahukan bahwa rombongan Wakil Presiden harus
meninggalkan Berastagi dan Kabanjahe menuju Merek dan terus ke Sibolga dengan
pengawalan dari Napindo Halilintar dan Resimen Barisan Harimau Liar serta para
pemuda Karo bersumpit racun. (Mohammad Hatta, MENUJU GERBANG KEMERDEKAAN, buku
3, hal 172-173 ; KILAP SUMAGAN, Biografi Selamat Ginting, hal. 150)
Pertempuran semakin
menjadi-jadi. Jembatan Lau Dah di Kabanjahe di ledakkan. Sebuah pesawat
musuh jatuh. Kekuatan musuh ketika menduduki Kabanjahe ialah 6 buah tank,
30 truk dengan kekuatan 1000 serdadu. Ibukota Kabanjahe dipindahkan ke
Tiga Binanga. Pelaksanaan pembumihangusan dilakukan terhadap 53 kampung
dan 95 rumah adat. (KILAP SUMAGAN, Biografi Selamat Ginting, hal.155)
Lambatnya daerah menerima
berita dari pusat sehingga tidak mendengar tentang penghentian tembak-menembak
dari PBB membuat pertempuran terus berlangsung di seluruh front Tanah Karo
selama lima
bulan hingga tercapainya persetujuan Renville pada Januari 1948.
Pertempuran selama lima
bulan dari Juli hingga Desember 1947 di seluruh daerah Karo menurut catatan
tidak kurang terjadi sebanyak 225 kali. Jumlah pertempuran ini jauh lebih
banyak dari pertempuran di Jawa dalam kurun waktu yang sama. Dalam
pertempuran banyak pahlawan Karo gugur, sebagai Komandan Batalion (Bangsi
Sembiring Brahmana), Komandan Kompi, Komandan Pleton dan prajurit biasa.
Wakil Presiden Mohammad Hatta ketika sudah berada
di Bukit Tinggi pada tanggal 1 Januari 1948 mengirimkan surat kepada rakyat Karo.
----------
Bukit Tinggi, 1 Januari 1948
"Kepada Rakjat Tanah Karo jang kutjintai.
Merdeka!
"Dari djauh kami memperhatikan perdjuangan
saudara-saudara jang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita
jang sutji dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan
saudara-saudara jang rumah dan kampung halaman habis terbakar dan musuh
melebarkan daerah rampasan setjara ganas, sekalipun cease fire sudah
diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO.
"Tetapi sebaliknya kami merasa bangga dengan
Rakjat jang begitu sudi berkorban mempertahankan tjita-tjita kemerdekaan kita.
"Saya bangga dengan pemuda Karo jang
berdjuang membela Tanah Air sebagai Putra Indonesia sedjati. Rumah jang
terbakar boleh didirkan kembali. kampung jang hantjur dapat dibangun
lagi, tetapi kehormatan bangsa, kalau hilang susah menimbulkannja.
Dan sangat benar pendirian saudara-saudara, biar habis segala-galanya
asal kehormatan Bangsa terpelihara dan tjita-tjita kemerdekaan tetap dibela
sampai saat jang penghabisan. Demikian pulalah tekad Rakjat Indonesia
seluruhnja. Rakjat yang begitu tekadnya tidak akan tenggelam, malahan
pasti akan mentjapai kemenangan tjita-tjitanja.
"Di atas kampung halaman saudara-saudara
jang hangus, akan bersinar kemudian tjahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit
kesejahteraan dan kemakmuran rakjat Karo, sebagai bagian dai pada Rakjat Indonesia
jang satu jang tak dapat dibagi-bagi.
"Kami sudahi pudjian dan berterima kasih
kami kepada saudara-saudara dengan sembojan kita jang djitu: Sekali Merdeka
Tetap Merdeka".
Saudaramu,
MOHAMMAD HATTA
Wakil Presiden
Republik Indonesia
----------
Surat penghargaan ini merupakan perangsang
dan pendorong semangat dan daya juang rakyat Karo dalam tahun berikutnya
mengadakan perlawanan gigih terhadap musuh selama agresi kolonial ke II.
Dihitung secara perkabupaten atau kotamadya bahwa
untuk seluruh Indonesia
hanya di Makam Pahlawan Kabajahe Tanah Karo-lah yang terbanyak terbaring
pahlawan gugur selama perang kemerdekaan 1945-1949. (Koran Karo-Karo,
Biografi, hal.150-151)
MENGAPA HAL INI DITULISKAN
Beberapa butir pemikiran yang dapat digelar
kepada masyarakat Indonesia
adalah:
1. Bahwa perjuangan rakyat Karo tidak lebih
ringan di banding perjuangan di tempat lain namun kurang mendapat apresiasi
dari pemerintah, mengapa perjuangan rakyat Karo tidak disamakan atau di anggap
penting seperti perjuangan di daerah lainnya, semisal tidak terdapat pada buku
sejarah?
2. Mengapa tidak ada bantuan hingga kini dari
pemerintah untuk mengusahakan kembali membangun rumah adat Karo yang berjumlah
95 rumah adat dibumihanguskan sebagai tanda menghargai budaya, etnis Karo, yang
turut berjasa bagi Indonesia dan juga mampu meningkatkan produksi pariwisata?
3. Coba datangi tempat rakyat Karo dahulu
mengungsi, sekitar daerah Kutambaru Punti, Suka Njulu, Lau Petundal, Rante
Besi, dan lain-lain apakah daerah tersebut telah mengalamai kemajuan setelah
sekian puluh tahun merdeka?
4. Mengapa 'Petinggi Karo' berdiam
diri?
Sebagai negara yang mempunyai
Undang-undang dan berazaskan Pancasila, di mana seluruh butir-butir mengatakan
persamaan hak dan keadilan kiranya diharapkan hal ini bukan hanya slogan yang
tidak dapat berbuat apa-apa. Pembangunan merata dan pemeliharaan seluruh
rakyat adalah hak bagi setiap daerah. Hingga kini tercatat bahwa Tanah
Karo adalah termasuk daerah tertinggal dari sekian ratus daerah di Sumatera
Utara. Bagaimana ini bisa terjadi hal ini sungguh-sungguh harus mendapat
perhatian dari pemerintah pusat dan daerah. Letak kesalahan harus
diperbaiki agar kemakmuran dari buah kemerdekaan dapat dipetik, sesuai dengan
harapan yang tertulis dalam surat
Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Kiranya ini mendapat perhatian dan pemikiran
bersama dari kita semua. Terima kasih.
Salam : Kesain
Rumah Derpih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar