Djaga Depari
Komponis nasional
Djaga Depari tidak saja menulis lagu lagu romantika kehidupan orang Karo tapi
beliau juga menulis lagu lagu yang bernafaskan perjuangan rakyat Karo menentang
pendudukan bangsa bangsa asing dibumi Karo. Karya karyanya yang melukiskan
perjuangan rakyat Karo inilah yang menasbihkan beliau sebagai seorang komponis
nasional RI.
Djaga Depari dilahirkan di desa Seberaya,
kecamatan Tiga Panah, kabupaten Karo. Dia tidak mempunyai pendidikan khusus di
bidang musik tapi sangat piawai dalam menggesek dawai biola. Dia mengandalkan
biola dalam meramu note note sebuah lagu.
Sebuah biola sangat
menunjang perumusan note note lagu Karo yang memiliki kesenduan sebagai thema
utamanya. Lagu lagu Karo yang diciptakan oleh Djaga Depari sangat mengena
ditelinga orang Karo yang sangat menyukai lagu lagu sendu untuk menumpahkan
suka duka kehidupan.
Apabila semangat
patriotisme seorang Djaga Depari tergugah, maka note note lagu yang
diciptakannya menjadi sangat berbeda . Langgam kesenduan lagu lagu Karo berubah
menjadi hentak jiwa yang bergelora ingin membebaskan diri dari belenggu
ketertindasan. Lagu ” Erkata Bedil ( Dentuman Senjata) ” menggambarkan semangat
perjuangan yang dia embankan pada pemuda pemuda Karo untuk ikut mengangkat
senjata melawan kuasa kuasa asing di tanah Karo walaupun pemuda pemuda itu
sedang dilanda asmara.
Lagu ini kemudian menjadi lagu nasional perjuangan rakyat RI.
Djaga Depari juga
berpesan kepada pemuda pemuda Karo untuk mengutamakan kemerdekaan bangsa dan
rakyat Karo. Hubungan hubungan romantis antara pemuda dan pemudi menjadi nomor
dua dibawah kepentingan rakyat. Pesan ini dapat kita rasakan bila kita menyimak
syair lagu ” Kemerdekaanta”. Dia melukiskan kata kata seorang pemuda kepada
kekasihnya: “Bila kelak kita telah mendapatkan kemerdekaan negara ini, maka
kita akan bersatu kepelaminan”. Ternyata memang semangat pemuda pemudi di Karo
untuk memperjuangakn kemerdekaan menjadi membara dibawah komando seorang
pemimpin tentara Djamin Gintings.
Dipuncak kreativitas
Djaga Depari, keberadaan ekonomi dan teknologi tidak mampu mengangkat beliau
kejenjang selibriti. Lagu lagunya tidak dapat diperdengarkan dengan mudah
seperti dijaman ini. Lagu lagu itu hanya sering didengar dalam acara acara
tahunan orang Karo didesa desa dinyanyikan oleh artis artis perkolong-kolong
tanpa harus membayar royalti kepada Djaga Depari.
Djaga Depari
menghabiskan masa masa tuanya dikampung Seberaya dengan menuliskan banyak lagu
lagu Karo yang sekarang ini dengan mudah kita peroleh dalam bentuk pita kaset
atau dvd yang diperdagangkan secara komersil. Beliau sudah mempersembahkan yang
terbaik pada dirinya untuk bangsa Karo khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Untuk
mengabadikan pengabdiannya, pemerintah propinsi Sumatera Utara mendirikan
sebuah monument Djaga Depari dikota Medan?
*
thanks to mangsi ginting
thanks to mangsi ginting
Jusup Sitepu (lahir di
Karo, Sumatera Utara, 25 Desember 1947 – meninggal di Binjai, 24 November 1997
pada umur 49 tahun) adalah salah satu seniman Karo yang cukup populer dan
melegenda di kalangan penikmat musik Karo. Menjelang akhir karirnya Jusup
berhasil menembus dapur rekaman nasional lewat beberapa hasil karyanya yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Jusup Sitepu mengenyam
pendidikan SD hingga SMP di kampung halamannya, dan menamatkan SMA di Pancur
Batu Deli Serdang. Pada tahun 1967 Jusup melanjutkan studinya di kota Yogyakarta, namum kuliahnya di kota gudeg tersebut hanya berlangsung selama
satu tahun karena Jusup lebih memilih mengembangkan bakatnya di bidang musik.
Pada tahun 1968 ketika
Jusup mudik Tahun Baru ke kampungnya, dia memilih untuk tidak kembali ke
Yogyakarta dan lebih memilih untuk bergabung dengan pemuda sebayanya membentuk
sebuah group band yang saat itu diberi nama “The Giant Group”. Awalnya grup
band mereka tidak memiliki alat sendiri, dan apabila ada tawaran manggung
mereka akan menyewa alat dari kota
Kabanjahe.
Personil-personil “The
Giant Group” saat itu adalah : Jusup Sitepu pada vokal dan melodi gitar, Akum
Tarigan pada gitar bass, Fransius Surbakti pada rithem, Metehsa Surbakti pada
drum, Elia Rosa br Bangun dan Karolina br Purba pada vokal dan Riwanda Sebayang
sebagai MC. Penampilan mereka mendapat sambutan hangat dari masyarakat dimana
mereka mengadakan pertunjukan, dengan ciri khas mereka yang apa adanya dan
petikan-petikan melodi gitar yang dimainkan oleh Jusup Sitepu. Akhirnya,
walaupun merasa berat anaknya berkarir di dunia musik orangtuanya kemudian
mengalah dan membelikan Jusup seperangkat peralatan band. Pertunjukan perdana
mereka dengan alat baru tersebut saat itu diadakan di desa Pernampen, satu desa
yang terletak diatas bukit dengan pemandangan yang indah, agaknya posisi desa
ini yang berada diatas bukit bagi Jusup dan rekan-rekannya merupakan suatu
pertanda baik dan hal ini terbukti karena nama band mereka akhirnya semakin
terkenal dan akhirnya berhasil menembus ke dapur rekaman.
Tidak ada band Karo lain
yang bisa menandingi ketenaran band tersebut walaupun pada saat itu orang lebih
mengenal band mereka sebagai bandnya Jusup Sitepu. Sejak penampilan mereka yang
perdana tersebut tawaran manggung pun terus berdatangan, sehingga hari-hari
mereka akhirnya selalu diisi dengan pertunjukan dari satu desa ke desa lain.
Bersama bandnya Jusup Sitepu juga berandil dalam menempa regenerasi di dunia musik
Karo pada saat itu, tercatat beberapa nama besar seniman Karo merupakan hasil
binaan dari Jusup dkk seperti ; Ulina br Ginting, Bahagia Surbakti, Ermawati br
Karo, Rusti br Sembiring dan Mery Susannna br Sitepu yang merupakan putri dari
Jusup Sitepu sendiri.
Pada tahun 1973, Jusup
Sitepu mengakhiri masa lajangnya dengan mempersunting Elia Rosa br Bangun yang
merupakan rekannya sesama artis Karo, dan pada tahun 1975 lahirlah anak mereka
Mery Susanna br Sitepu, tapi pernikahan mereka hanya berlangsung singkat dan
berakhir dengan perceraian di tahun 1978. Tahun 1990 Jusup menikah lagi dengan
Eliana br Ginting dan dikaruniai dua orang anak Angelia br Sitepu dan You
Ananda Sitepu. Pada tahun 90-an yang merupakan akhir dari puncak karirnya Jusup
Sitepu mengeluarkan sebuah album berbahasa Indonesia yang berisikan lagu-lagu
yang merupakan terjemahan dari beberapa lagu ciptaannya yang diramu dengan
musik dangdut, album ini cukup mendapat tempat di kalangan penikmat musik
termasuk juga yang bukan orang Karo, beberapa lagu dari album ini yang cukup
tenar pada saat itu adalah Ole-ole dan Magdalena yang dalam lagu berbahasa
daerahnya juga memakai judul yang sama.
Jusup Sitepu meninggal
pada tanggal 24 November 1997 akibat serangan stroke beliau dimakamkan di
daerah Binjai, tetapi beberapa seniman Karo dan orang-orang yang bersimpati
kepada beliau berinsiatif untuk memindahkan kuburannya ke kampung halamannya di
desa Batu Karang, dan juga dibuatkan suatu monumen dan patung untuk mengenang
perjuangannya bagi seni musik Karo. Julianus Liembeng, salah satu musisi Karo,
dalam blognya mengatakan :” Beliau (Jusup Sitepu) bagi saya merupakan seniman
Karo yang cukup fenomenal dan legendaris, ia tidak hanya memberikan nuansa baru
terhadap kesenian Karo, tetapi juga menjadi ikon dan sangat populer pada
jamannya”
Salam : Kesain Rumah
Derpih