Berdasarkan mitos
yang ada, asal-usul suku di Sumatera Utara bervariasi, ada yang mengusut
asal-usul leluhurnya dari langit yang turun di puncak gunung Pusuh Buhit
(Toba), ada yang berasal dari lapisan yang paling indah yang disebut Tetoholi
Ana'a yang turun di wilayah ...Gomo (Nias), ada yang berasal dari turunan Raja
Iskandar Zulkarnain yang turun di Bukit Siguntang Palembang (Melayu).
Berdasarkan
perkiraan-perkiraan yang disusun para ahli, penduduk asli Sumatera Utara ini
berasal dari Hindia Belakang yang datang ke kawasan ini secara bertahap. Hal
inilah maka kemudian corak ragam budaya penduduk pribumi Sumatera Utara ditemukan
perbedaan-perbedaaan.
Dalam
masyarakat Karo pun, ada ditemukan mitos tentang asal usul etnis ini. Mitos ini
tidak berkait erat dengan hal-hal yang sulit ditelusuri oleh akal seperti yang
mengusut asal-usul leluhurnya dari langit yang turun di puncak gunung Pusuh
Buhit (Toba), atau yang mengusul asal usulnya dab berkesimpulan dari lapisan
yang paling indah yang mereka sebut Tetoholi Ana'a yang turun di wilayah Gomo
(Nias), atau yang mengkaitkannya dengan turunan Raja Iskandar Zulkarnain yang
turun di Bukit Siguntang Palembang (Melayu).
Dalam
masyarakat Karo mitos tersebut berkaitan dengan totem16. Misalnya haram mengkonsumsi
daging binatang seperti Kerbau Putih, oleh subklen Sebayang, Burung Balam oleh
subklen klen Tarigan, Anjing oleh subklen Brahmana. Dalam beberapa literatur
tentang Karo, etimologi Karo berasal dari kata Haru. Kata Haru ini berasal dari
nama kerajaan Haru yang berdiri sekitar abad 14 sampai abad 15 di daerah
Sumatera Bagian Utara. Kemudian pengucapan kata Haru ini berubah menjadi Karo.
Inilah diperkirakan awal terbentuknya nama Karo. Menurut Sangti (1976:130) dan
Sinar (1991:1617), sebelum klen Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan
Perangin-angin menjadi bagian dari masyarakat Karo sekarang, telah ada penduduk
asli Karo pertama yakni klen Karo Sekali. Dengan kedatangan kelompok klen
Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin, akhirnya membuat masyarakat
Karo semakin banyak.
Klen
Ginting misalnya adalah petualangan yang datang ke Tanah Karo melalui
pegunungan Layo Lingga, Tongging dan akhirnya sampai di dataran tinggi Karo.
Klen Tarigan adalah petualangan yang datang dari Dolok Simalungun dan Dairi.
Perangin-angin adalah 16 Totem yaitu kepercayaan akan adanya hubungan gaib
antara sekelompok orang - sesekali dengan seseorang - dengan segolongan
binatang atau tanaman atau benda mati sebab dipercayai antara benda-benda itu
dengan dirinya ada suatu hubungan yang erat dan sangat khusus. petualangan yang
datang dari Tanah Pinem Dairi.
Sembiring
diidentifikasikan berasal dari orang-orang Hindu Tamil yang terdesak oleh
pedagang Arab di Pantai Barus menuju Dataran Tinggi Karo, karena mereka
sama-sama menuju dataran tinggi Karo, kondisi ini akhirnya, menurut Sangti
mendorong terjadi pembentukan merga si lima. Pembentukan ini bukan berdasarkan
asal keturunan menurut garis bapak (secara genealogis patrilineal) seperti di
Batak Toba, tetapi sesuai dengan proses peralihan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat Karo Tua kepada masyarakat Karo Baru yakni lebih kurang pada tahun
1780.
Pembentukan
ini berkaitan dengan keamanan, sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi
pergolakan antara orang-orang yang datang dari kerajaan Aru dengan penduduk
asli. Kini pembentukan klen ini akhirnya melahirkan merga si lima (klen yang
lima) yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Karo saat ini. Akhirnya
masyarakat Karo yang terdiri dari merga si lima yang berdomisili di dataran
tinggi, kemudian menyebar ke berbagai wilayah di sekitarnya, seperti ke Deli
Serdang, Dairi Langkat, Simalungun dan Tanah Alas (Aceh Tenggara).
Bahkan
secara individu kini mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, maupun ke
luar wilayah negara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar